Senin, 31 Desember 2012

Penemuan Prasasti Brumbung III???



Prasasti Brumbung III
Legenda ataukah Fakta???
Koleksi Museum Desa Brumbung

Desa Brumbung, Kec. Kepung, Kab. Kediri Jawa Timur, merupakan daearah kuno yang telah ada jauh sebelum Indonesia Merdeka. Hal ini di buktikan dengan diketemukannya 2 Prasasti yang berasal pada masa Kerajaan di Kadhiri dan Kerajaan Majapahit. Prasasti pertama disebut Prasasti Gneng I/ Brumbung I, dan yang kedua disebut Prasasti Gneng II/Brumbung II.
menurut masyarakat sekitar Brumbung, masih ada sdtu lagi Prasasti yang terpendam di daerah lemah watu tulis. Tepatnya di tanah mlik Bapak Purwito.

untuk membuktikan cerita yang telah lama beredar, maka pada tgl 25 Desember 2013 lalu, telah di adakan pencarian dan pembuktian akan keberadaan prasast tersebut.
penggalian tanah pun dilakukan di situs lemah weatu tulis. Kebetulan I situs yang berada di tanah daerah milik Bapak Purwito tersebut, baru saja mengalami masa panen.  

Penggalian pada hari pertama tersebut ternyata tidak menemukan Batu Prasasti yang di ceritakan, namun menemukan struuktur batu persegi  dan beberapa keramik Cina. Sebuah umpak yang terguling dan serpihan batu-bata kuno. Namun warga tetap ingin mencari ke beberapa titik yang diduga lokadi prassati keya, hingga ketemu. 

Kala itu bertepatan pula sengan kunjungan Komunitas PASAK yang senang melanjutkan pengumpulan data tentang sejarah Desa Brumbung. Oleh karenanya pada hari Rabu, 26 Desember 2012 dibuatkan dan dikirimkan surat keberadaan situs lemah Watu Tulis tersebut.

Candi Tondowongso Digrogoti Akar Rumput


APA KABAR SITUS TONDOWONGSO??


Sejarah Kerajaan Panjalu di bhumi Kadiri masih cukup gelap. Beberapa prasasti yang telah diketumukan mayoritas sudah aus, dan ada beberapa yang masih dapat dibaca namun ada pula yang belum diterbitkan. Dahulu masa Kerajaan Panjalu terkenal dengan kerajaan yang kaya karya sastra tapi miskin bukti arkeologis berupa bangunan monumental, seperti candi, gapura, pathirtan, maupun kompleks keraton. Namun dengan ditemukannya beberapa bukti arkeologis berupa bangunan Candi maupun Pathirtan belakangan ini, sedikit demi sedikit mampu menyangkal pernyataan tersebut. Selama ini banyak bangunan bukti peradaban bhumi Kadiri masih tersingkap di bawah tanah, diselimuti material vulkanis dari erupsi Gunung Kelud selama berabad abad.

Pertengahan bulan Oktober 2012 lalu telah dilakukan ekskavasi Tahap V di Candi Tondowongso oleh Balai Arkeologi Yogyakarta. Lahan area situs telah dibersihan dari tetumbuhan yang liar menggurita. Namun 2 bulan berselang, setelah tim peneliti pulang. Bagaimanakah kondisi situs ini??
apakah saran pembersihan rutin di area situs utama dilaksanakan dengan baik??
dan bagaimanakah kondisi Candi terluas di Jatim ini??

Penelitian terhadap Situs Tondowongso telah diprogramkan oleh Balai Arkeologi Yogyakarta dalam program tahunan Penelitian Situs Tondowongso. Program penelitian ini direncanakan dalam tujuh tahap, dimulai sejak tahun 2008 (Tahap I) dan akan berakhir pada tahun 2014 (Tahap VII).

Beginilah hasil survei teman2 PASAK pada Kamis 27 Desember 2012 lalu.
Foto Abdi Setiawan

Sunguh mengejutkan, dari foto tersebut terlihat bahwa bangunan dari batu bata yang telah rapuh tersebut ditumbuhi dan digerayangi akar2 rerumputan serta tetumbuhan yang liar menggurita. 

Kerajaan Kadiri merupakan salah satu kerajaan besar yang masih kurang dalam penemuan bangunan monumentalnya. Hal ini salah satu penyebabnya adalah masih banyaknya bangunan yang tersingkap oleh muntahan material banjir lahar Gunung Kelud. 

Bapak Soekmono (1969) menyatakan bahwa Candi Gurah (ditemukan tahun 1957) yang berada hanya 200 m arah selatan Candi Tondowongso (di-identifikasi satu kompleks luas) merupakan bangunan yang memiliki gaya khas (Kadhiri style) yang merupakan gaya peralihan antara banguanan candi gaya Jawa Tengahan dan gaya Jawa Timuran. Oleh karenanya, penelitian total terhadap Candi Tondowongso sangat penting untuk di lakukan. Karena selama ini belum ada wujud nyata bentuk bangunan gaya peralihan tersebut. 

Candi Tondowongso merupakan aset wisata pendidikan sejarah yang sangat besar dimiliki Kabupaten Kediri. Sebelum mengalami kerusakan lebih parah, harus dilakukan penyelamatan dan pengelolaan yang professional terhadap asset besar tersebut.

Kamis, 26 Juli 2012

Ekspedisi JasMerah di Desa Besowo



Laporan Ekspedisi Jasmerah
Episode Desa Besowo
Oleh: 
Komunitas PASAK *PelestAri Sejarah-budayA Kadhiri*


Pada hari Kamis, 12 Juli 2012
Setelah Tim Ekspedisi mendapatkan informasi dari Bapak Yosep, Sekretaris Desa Besowo, bahwa di Dukuh Besowo Timur, Desa Besowo dahulu pernah ditemukan temuan sejarah berupa arca dan batu lesung. Segera setelah itu tim meluncur ke lokasi yang dimaksud.
Karena kesulitan mencari lokasi temuan, maka tim bertanya kepada penduduk. Al hasil didapatkan informasi bahwa arca tersebut dahulu ditemukan dan berada di rumah Bapak Ngadimo. Sebelum mencari temuan arca, tim mampir dahulu ke Punden Mbah Jimat. Punden ini merupakan pusat kesakralan di Desa Besowo. Dipercaya bahwa Mbah Jimat merupakan pembuka pertama Desa Besowo. Punden Mbah Jimat merupakan Bangunan Cungkup, dimana didalam Cungkup terdapat bangunan dari papan kayu yang terlihat tua.

Setelah dari punden Mbah Jimat maka tim Ekspedisi melanjutkan mencari rumah Bapak Ngadimo. setelah tim berhasil bertemu Bapak Ngadimo beserta istrinya membenarkan perihal temuan Arca di Kebun nya sekitar tahun 70-an (1970). Namun sayang, menurut penuturan Pak Ngadimo dan istrinya, arca tersebut telah di bawa oleh kenalannya ke Bali. Selain temuan sebuah arca gopala (mungkin dwarapala) di kebun tersebut juga ditemukan pecahan-pecahan keramik Cina serta struktur batu bata berukuran besar. Kemungkinan dibawah tanah pun hingga sekarang masih terdapat struktur bangunan kuno.
Dari Pak Ngadimo kita ketahui bahwa informasi dari Pak Carik tentang temuan batu lesung berada di Punden Mbah Sari Ronce. Tim disuruh menemui Pak Slamet, sebagai Juru pelihara punden tersebut. Namun karena waktu telah sore, maka Ekspedisi dihentikan sementara dan akan dilanjutkan pada hari Sabtu, 14 Juli 2012.

Sabtu, 14 Juli 2012
Pada hari ini, Tim Ekspedisi melanjutkan penelusuran jejak Cagar Budaya di Desa Besowo. Kali ini tujuan pertama tim adalah rumah Bapak Rusmin (79). Beliau adalah juru kunci punden Mbah Jimat. Asal usul Mbah Jimat ternyata menurut penuturan beliau adalah orang dari Pajang-Mataram. Nama aslinya adalah Adipati Pangeran Benowo, yang kemudian oleh masyarakat nama “Benowo” beralih menjadi “Besowo”. Dahulu di punden Mbah Jimat ada “Joli” dan pakaian “Kutang Ontokusumo” namun sayang sekarang kedua benda tersebut telah hilang.
Gapura ke Petilasan Mbah Jimat
Dari pembicaraan yang cukup panjang Pak Rusmin menceritakan bahwa ia aslinya berasal dari Perkebunan Nyunyur, Kec. Gandusari, Kab. Blitar. Beliau lahir sekitar tahun 1937. Kemudian ia baru datang sebagai pekerja di perkebunan kopi di Besowo pada tahun 1964. Dahulu di daerah perkebunan Besowo terkenal dengan alat transportasi “gantole”. Alat transportasi ini adalah kereta gantung (gondola) untuk mengangkat hasil perkebunan di pegunungan lereng Gunung Kelud sebelah barat ini menuju gudang di Desa Besowo dan Desa Siman. 
Kemudian Pak Rusmin menjelaskan tentang pantangan apa saja yang ada di Desa Besowo, khususnya dukuh Besowo Timur:
1.      Tidak boleh memakai udeng (ikat kepala tradisional Jawa) bermotif melati.
2.      Tidak boleh memakai centing (kain ikat pinggang tradisional) berwarna hijau.
3.      Tidak boleh ada yang bermain wayang.
4.      Tidak boleh bermain gamelan atau pertunjukan yang ada gamelannya.
Diceritakannya bahwa dahulu ada orang yang menggelar acara jaranan dengan bunyi gamelannya. Seketika itu pertunjukan jaranan tersebut menjadi kacau karena tiba-tiba muncul angin lesus (putting beliung) memporak porandakan acara jaranan tersebut. Bahkan dahulu ada seorang dalang dari Desa Bacok, Kab. Malang yang akan menggelar acara wayangan di Desa Kepung, namun jalur yang dilaluinya melewati Dukuh Besowo Timur. Sebelum keluar dari Dukuh Besowo timur, tiba-tiba rombongan dalang yang membawa wayang dan gamelannya diterba angin lesus yang besar sehingga rombongan wayang yang numpang lewat itupun porak poranda kembali ke Desa Bacok.
Kemudian tim Ekspedisi disarankan mengunjungi Pak Slamet pemilik pekarangan dimana punden Kubur Dowo berada.

Punden Kubur Dowo / Mbah Sari Ronce
Punden ini berada di belakang pekarangan rumah milik Bapak Slamet Mulyono (70). Posisi punden berada di pinggir curah (jurang/sungai mati). Punden ini masih sering dikunjungi orang-orang peziarah pada malam jumat legi dan malam jumat pahing. Temuan di Punden Kubur Dowo atau yang juga disebut Punden Mbah Sari Ronce adalah sebagai berikut:


No
Temuan
Ukuran
Kondisi
Keterangan
1
Watu Lesung (mungkin Yoni)

hilang
Tahun hilangnya pemilik lahan lupa, namun yang diingat hilang pada hari Selasa Wage. Bentuknya batu berwarna abu-abu bentuk persegi berlobang tengah.
2
Fragmen carat Yoni kecil
P=25 cm
L=10 cm
T=16 cm
In situ
Carat ini terpenggal dari badan yoninya
3
Fragmen Yoni kecil
P=30 cm
L=17 cm
T=28 cm
In situ
Badan yoni ini pecah, hanya separuh kecil tubuh Yoni yang masih ada di atas punden. Lokasinya berada di belakang fragmen carat yoni. Kemungkinan yoni ini merupakan tubuh dari carat yang berada di dekatnya tersebut.
4
Reruntuhan bangunan dari batubata kuno
10 x 10 m
rusak
Kondisi bangunan sudah tidak berbentuk. Hanyaq terlihat gundukan tanah dengan kumpulan batu bata yang ditengah-tengahnya diletakkan fragmen Yoni beserta caratnya yang telah terputus.

Setelah dari punden Kubur Dowo, ekspedisi dilanjutkan berkunjung ke makam belanda. Lokasi makam belanda tersebut berada di halaman rumah Bapak Mat Takin (65), Dukuh . Saat tim sampai lokasi, kami disambut oleh Ibu Sutiah (46), istri bapak Mat Takin. Di daerah tersebutdahulu merupakan areal pemakaman belanda, namun sekarang hanya ada satu yang masih dapat dilihat.
Fragmen Yoni di Punden Kubur Dowo
Makam Capten Pattiwael
Satu-satunya makam yang masih berdiri adalah makam Capten Pattiwael. Di atas makamnya terdapat prasasti yang bertuliskan sebagaimana berikut:
Makam C. Pattiwael (Foto oleh: PASAK)


Siapakah Capten Pattiwael, belum diketahui lebih lanjut. Namun kemungkinan dia adalah petugas Belanda yang berpangkat Capten di areal Pekebunan Kopi Besowo. Ia meninggal pada usia 37 tahun. Menurut penuturan Ibu Sutiah (46), dahulu pernah ada orang-orang dari Belanda yang berkunjung kemakam tersebut. Mereka mengaku sebagai keturunan dari Capt. Pattiwael. Namun siapakah mereka?? Ibu Sutiah tidak mengetahuinya.
             Tujuan berikutnya adalah adanya informasi pernah diketemukannya arca di kebun milik Bapak Marsyam (79). Menurut penuturan bapak Marsyam, dahulu memang ditemukan arca, namun telah menghilang. Yang ada di kebun sekarang hanya pecahan watu lumpang, pipisan dan sebuah umpak batu yang di bawa kerumah (bersambung).